Jumat, 30 September 2011

LIMITED OR NO CONNECTIVITY

Sebagian orang awam mungkin pusing dengan masalah satu ini, yaitu susah untuk konek ke hotspot. setiap kali mau konek ke hotspot selalu bertuliskan "Limited or no connectivity". Hal ini biasanya terjadi pada Windows XP SP2.

Postingan ini saya buat karena beberapa waktu lalu teman saya minta tolong kepada saya untuk memperbaiki laptop nya karena masalah "Limited or no connectivity".

Awal nya sih saya coba menjalankan solusi yang ada dalam fikiran saya, yaitu install ulang driver wifi laptop tersebut. Namun seetelah mencoba beberapa kali, ternyata tidak menuai hasil.
MySpace

Terniat juga waktu itu untuk install ulang laptop, tapi sayang juga itu laptop orang.MySpace Akhirnya saya usahakan mencari solusinya di berbagai forum yang ada dan saya menemukan "Jamu" buat masalah yang satu ini.MySpace

cara nya begini ternyata.MySpace

1. buka Command Prompt (Start Menu>Accessories)

2. ketik "ipconfig-flushdns" pada comand prompt
jika kamu mendapatkan tulisan"could not flush dns" atau "dns resolver cache could not be flushed" coba close dan buka command prompt kembali.

3. setelah buka command promt, coba ketik "netsh winsock reset"
 dan tekan enter


4. restart laptop anda.



mudah mudah dengan tips ini dapat membantu teman-
teman semua dalam masalah yang satu ini..
selamat mencoba...!MySpace 
»»  

Rabu, 28 September 2011

Pengembangan, Pengaturan dan Klasifikasi obat, Infeksi Oportunistik, dan Pengontrolan Pertumbuhan Mikroorganisme



Pemberian obat yang aman dan akurat merupakan salah satu tugas perawat. Perawat harus memahami masalah kesehatan klien saat ini dan sebelumnya untuk menentukan apakah obat tertentu aman dikonsumsi klien. Obat adalah alat utama terapi yang digunakan oleh dokter untuk mengubati klien yang memiliki maslah kesehatan. Walaupun obat dapat menguntungkan klien dalam masalah kesehatannya, namun obat memiliki efek samping yang harus diketahui perawat. Dokter, perawat dan ahli farmasi menggunakan standar kualitas dan permurnian obat yang digunakan oleh pemerintahan Amerika Serikat, yaitu Pure Food and Drug Act (Undang-undang makanan dan obat murni). Standar ini digunakan untuk memastikan klien menerima obat yang alami dalam dosis yang aman dan efektif. Standar yang diterima masyarakat harus memiliki kriteria sebagai berikut:
1.      Kemurnian. Pabrik harus memenuhi standar kemurnian untuk tipe dan konsentrasi zat lain yang diperbolehkan dalam produksi obat.
2.      Potensi. Konsentrasi obat aktif dalam preparat obat memengaruhi kekuatan atau potensi obat.
3.      Bioavailability. Kemampuan obat untuk lepas dari bentuk dosisnya dan melarut, diabsorpsi, dan diangkut tubuh ketempat kerjanya disebut bioavailability.
4.      Kemanjuran. Pemeriksaan laboratorium yang terinci dapat membantu menentukan efektivitas obat.
5.      Keamanan. Semua obat harus terus dievaluasi untuk menentukan efek samping obat tersebut.
Penggunaan obat secara tidak bijaksana menimbulkan masalah kesehatan yang serius bagi pengguna, keluarga, dan komunitas. Perawat memiliki kewajiban untuk memahami masalah individu yang menyalahgunakan obat. Ketika perawat merawat seorang klien yang diduga menyalahgunakan obat atau mengalami ketergantungan obat, perawat harus menyadari nilai dan sikap klien terhadap penyalahgunaan obat seperti alasan klien menggunakan obat tersebut agar perawat dapat mengidentifikasi dan memahami masalah klien.

Perawat harus mengetahui karakteristik umum obat dalam setiap golongan. Setiap golongan obat memiliki implikasi keperawatan untuk pemberian dan pemantauan yang tepat. Misalnya, Implikasi keperawatan yang berhubungan dengan pemberian diuretik yaitu memantau masukan dan haluaran cairan,menimbang barat badan klien setiap hari, mengkaji adanya edema pada jaringan tubuh, dan memantau kadar elektrolit serum. Obat tersedia dalam berbagai bentuk diantaranya sebagai berikut:
No
Bentuk Obat
Deskripsi
1.

2.



3.

4.


5.

6.



7.

8.
9.
10.

11.


12.



13.

14.
15.
Kaplet

Kapsul



Eliksir

Tablet enterik bersalut


Gliserit

Cakram intraokular



Obat gosok

Losion
Saleb
Pasta

Larutan


Supositoria



Sirup

Tingtura
Tablet

Bentuk dosis padat untuk pemberian oral; bentuk seperti kapsul bersalut, sehingga mudah ditelan
Bentuk dosis padat untuk pemberian oral; Obat dalam bentuk bubuk, cairan atau minyak dan dibungkus oleh selongsong gelatin; kapsul diwarnai untuk membantu identifikasi produk.
Cairan jernih berisi air dan/atau alkohol; dirancang untuk penggunaan oral; biasanya ditambah pemanis.
Tabelt untuk pemberian oral, yang dilapisi bahan yang tidak larut dalam lambung; lapisan larut di dalam usus; tempat obat diabsorpsi.
Larutan obat yang dikombinasi dengan gliserin untuk penggunaan luar; berisi sekurang-kurangnya gliserin
Bentuk oval, fleksibel berukuran kecil terdiri dari dua lapisan luar yang lunak dan sebuah lapisan tengah berisi obat. Saat dilembabkan oleh cairan okuler (mata), cakran melepas obat selama satu minggu.
Biasanya mengandung alkohol, minyak, atau pelembut sabun yang diles pada kulit.
Obat dalam cairan, dioles pada kulit untuk melindunginya.
Semisolid (agak padat), penggunaanya dioleskan pada kulit.
Semisolid, lebih kental atau lebih kaku daripada salep dan lebih lembab dari pada saleb.
Berbentuk cairan yang dapt digunakan melalui oral, parenteral dapat juga dimasukan kedalam organ (mis. Irigasi kandung kemih). Harus steril dalam penggunaannya.
Bentuk dosis pada yang dicampur dengan gelatin dan dibentuk seperti peluru untuk dimasukkan ke dalam rongga tubuh (rektrum atau vagina); meleleh saat mencapai suhu tubuh.
Obat yang larut dalam larutan gula pekat; mengandung perasa yang membuat obat terasa lebih enak.
Alkohol atau larutan obat air-alkohol.
Berbentuk padat.

Infeksi oportunistik adalah infeksi serius akibat mikroorganisme normalnya tidak memiliki atau memiliki sedikit aktivitas patogen, tetapi menyebabkan penyakit jika resistensi pejamu menurun akibat penyakit serius, pengobatan invasif, atau obat pneumonia Pneumocystis cranii pada pasien HIV aids. Infeksi oportunistik juga dapat terjadi akibat penurunan kekebalan tubuh pada penderita HIV/AIDS, akibatnya mudah terkena penyakit-penyakit lain seperti penyakit infeksi disebabkan oleh virus, bakteri protozoa dan jamur dan juga mudah terkena penyakit keganasan.
No
Infeksi Opurtinistik
Gambaran Klinis
1.



2.







3.






4.
Infeksi Bakterial
Mycobacterium avium


Infeksi jamur
Kandidiasis

Kriptokokus

Histoplasmosis


Infeksi protozoa
Kriptosporidiosis

Pneumisitis

Toksoplasmosisi

Infeksi Viral
Sitomegalovirus


Herpes simpleks

Umum: demam, keringat malam, kelemahan, penurunan berat badan, nyeri perut, kelelahan, limfadenopati dan hepatosplenomegali menetap

Oral: bercak keputihan pada lidah atau mukosa bukal
Vaginal: rabas vagina
Meningitis: sakit kepala, demam, gangguan kesadaran
Penumonia: demam, napas pendek, batuk
Demam, penurunan berat badan, napas pendek, limfadenopati


Diare, kram perut, mual, muntah, kelelahan, penurunan berat badan, dehidrasi
Demam, batuk nonproduktif, napas pendek, penurunan berat badan, keringat malam, kelelahan
Ensefalitis: gangguan kesadaran, kejang, demam, koma


Retinitis: defisit atau perubahan visual unilateral
Gastointestinal: disfagia, mual, demam, diare

Rasa nyeri atau ulkus


Mengontrol pertumbuhan organisme patogen dapat dilakukan dengan tiga cara seperti: (1) membunuh patogen; (2)  menurunkan jumlah mikroorganisme kontaminan; (3) mencegah transmisi. Patogen adalah mikroorginesme atau substansi seperti bakteri, virus atau parasit yang mampu menimbulkan penyakit. Patogenesis adalah perkembangan, produksi atau proses pembentukan suatu penyakit. Bakteri patogen harus dihindari dan dibasmi karena akan mengancam kesehatan. Toksisitas yang dimiliki antibiotik dapat digunakan untuk melawan patogen. Toksin dapat membunuh bakteri dan virus dengan cara meracuninya. Contohnnya arsenik yang merupakan toksin yang pernah digunakan untuk mengobati sifilis.
Menurunkan jumlah mikroorganisme kontaminan dan mencegah transmisi dapat dilakukan dengan mencuci tangan. Mencuci tangan merupakan metode terbaik mencegah transmisi mikroorganisme. Telah terbukti bahwa tindakan mencuci tangan secara signifikan menurunkan infeksi pada ICU dan infeksi saluran pencernaan. Faktor penting untuk mempertahankan higiene yang baik dan mempertahankan integritas kulit seperti: (1) lama mencuci tangan; (2) paparan semua area tangan dan pergelangan tangan ke alat yang digunakan; (3) menggosok dengan keras hingga terjadi friksi; (4) pembilasan menyeluruh; (5) memastikan tangan telah dikeringkan. Hampir semua bakteri transien dapat dihilangkan dengan sabun dan air, tetapi bakteri residen akan tetap tinggal. Pencuci tangan bakterisida, misalnya Hibicrub Povidone-iodine. Yang perlu perhatian khusus saat mencuci tangan adalah area tempat berkumpulnya mikroorganisme, seperti di sela-sela jari. Walaupun mencuci tangan dengan menggunakan bakterisida, namun tidak semua bakteri dapat dihilangkan. Tangan tidak pernah steril maka dari itu kita memerlukan sarung tangan steril dalam melakukan tindakan-tindakan steril. Selain itu pakaian pelindung yang digunakan ketika memasuki ruangan steril juga dapat mencegah transmisi mikroorganisme. Dalam menurunkan jumlah organisme kontaminan hal yang perlu diperhatikan adalah kebersihan, baik itu kebersihan diri maupun kebersihan lingkungan.
           
Daftar Pustaka
James, Joyce. dkk, (2008). Prinsip-Prinsip Sains Untuk Keperawatan. Jakarta: Buku Erlangga
Otto, Shirley E. (2003). Buku Saku Keperawatan Onkologi. Jakarta: Buku Kedokteran
Potter, P. A.,dan Perry, A. G. (2005) Fundamentals of Nursing.Ed.4 Volume 2 (Terj. Dr. Adrina Ferderika).   Jakarta: Penerbit Salemba Medika.

http://www.scribd.com/doc/49900217/Infeksi-Oportunistik-Susunan-Saraf-Pusat-Pada-AIDS
»»  

Perawatan Luka


Luka adalah rusaknya struktur dan fungsi anatomis normal akibat patologis yang berasal dari internal maupun eksternal dan mengenai organ tertentu (Lazaruset al, 1994 dalam Potter & Perry, 2005). Penyembuhan luka melibatkan integritas proses fisiologis. Sifat penyembuhan pada luka sama, dengan variasinya yang bergantung pada lokasi, tingkat keparahan dan luas cederanya. Luka dapat diklasifikasikan menjadi empat macam seperti : (1) luka tertutup, yaitu luka dimana jaringan yang ada pada permukaan tidak rusak. Misalnya kesleo, terkilir, patah tulang dan sebagainya; (2) luka terbuka, yaitu luka dimana kulit atau jaringan selaput lendir rusak. Kerusakan dapat terjadi karena suatu kesengajaan seperti tindakan operasi; (3) luka tusuk, yaitu luka yang sangat dalam yang mengakibatkan banyak jaringan-jaringan yang ada di dalamnya rusak. Luka tusuk memiliki dinding luka yang licin; (4) luka penetrasi, terjadi jika suatu benda yang masuk jauh ke dalam tubuh, misalnya peluru, dan dinding-dinding luka biasanya tidak rata.
Berdasarkan penyebab luka, ada beberapa jenis luka seperti : (1) Luka Abrasion, yaitu luka yang disebabkan oleh pergeseran sehingga kulit atau selaput lendir terkelupas; (2) Luka stab, yaitu luka yang disebabkan oleh benda yang menembus jaringan (luka tusukan/tikaman); (3) luka laceration, yaitu luka yang disebabkan oleh benda tumpul yang merobek jaringan seperti pecahan kaca.
Proses penyembuhan luka ada dua yaitu penyembuhan primer dan penyembuhan sekunder.
1.      Penyembuhan primer
Penyembuhan luka normal adalah perbaikan luka bedah yang bersih. Proses penyembuhan pimer terjadi dalam tiga tahap, yaitu
a.       Fase inflamasi ( Reaksi )
Fase inflamasi merupakan reaksi tubuh terhadap luka yang dimulai setelah beberapa menit dan berlangsung selama sekitar 3 hari setelah cedera. Proses perbaikan terdiri dari mengontrol perdarahan (hemostasis), mengirim darah dan sel ke area yang mengalami cedera dan membentuk sel-sel epitel pada tempat cedera. Selama proses hemoestasis, pembuluh darah yang cedera akan mengalami kontriksi dan trombosit berkumpul untuk menghentikan perdarahan. Bekuan-bekuan darah membentuk matriks fibrin yang nantinya akan menjadi kerangka untuk perbaikan sel. Jaringan yang rusak dan sel mast menyekresi histamin yang menyebakan vasodilatasi kapiler disekitarnya dan mengeluarkan serum dan sel darah putih ke dalam jaringan yang rusak.
Leukosit akan mencapai luka dalam beberapa jam. Leukosit utama yang bekerja pada luka adalah neutrofil yang mulai memakan bakteri dan debris yang kecil. Neutrofil mati dalam beberapa hari dan meninggalkan eksudat enzim yang akan menyerang bakteri atau membantu perbaikan jaringan. Leukosit penting yang kedua adalah makrofag. Makrofag adalah sel yang membersihkan luka dari bakteri, sel-sel mati dan debris dengan cara fagositosis.
b.      Fase Proliferasi (regenerasi)
Dengan munculnya pembuluh darah baru sebagai hasil rekontruksi, fase poliferasi terjadi dalam waktu 3-24 hari. Aktivitas utama dalam fase ini adalah mengisi luka dengan jaringan penyambung atau dengan jaringan granulasi yang baru dan menutup bagian atas luka dengan epitelisasi. Fibroblast adalah sel-sel mensintesis kolagen yang akan menutup defek luka. Fibroblas membutuhkan vitamin B dan C, oksigen, dan asam amino agar dapat berfungsi dengan baik. Kolagen memberikan kekuatan dan integritas struktur pada luka. Pada periode ini luka mulai tertutup oleh jaringan baru.
c.       Maturasi (remodeling)
Maturasi merupakan tahap akhir proses penyembuhan luka. Fase maturasi dapat memerlukan waktu lebih dari satu tahun bergantung pada kedalaman dan keluasan luka. Jaringan perut kolagen terus melakukan reorganisasi dan akan menguat setelah beberapa bulan. Serat kolagen mengalami remodeling sebelum mencapai bentuk normal.

2.      Penyembuhan sekunder
Bila luka mengalami banyak kehilangan jaringan, maka penyembuhan luka memerlukan waktu lama. Inflamasi yang terjadi sering kali bersifat kronik dan jaringan yang rusak lebih banyak dipenuhi oleh jaringan granulasi daripada dipenuhi oleh kolagen. Jaringan granulasi merupakan salah satu bentuk jaringan konektif (penyambung) yang memiliki lebih banyak suplai darah daripada kolagen. Karena lukanya lebih luas maka jumlah jaringan parut penyambung juga lebih luas.

            Ada beberapa komplikasi penyembuhan luka, diantaranya adalah sebagai berikut:
1.      Hemoragi
Hemoragi atau perdarahan dari daerah luka merupakan hal yang normal terjadi selama dan sesaat setelah trauma. Perdarahan dapat terjadi secara eksternal atau internal. Perawat dapat mendeteksi perdarahan internal dengan melihat adanya distensi atau pembengkakkan pada bagian tubuh yang mengalami luka. Perdarahan eksternal lebih jelas terlihat. Perawat mengobservasi adanya drainase darah pada balutan yang menutupi luka.
2.      Infeksi
Infeksi luka merupakan infeksi nosokomial (infeksi yang berhubungan dengan rumah sakit). Luka mengalami infeksi jika terdapat draenase purulen pada luka.Yang membedakan antara luka terkontaminasi dengan luka infeksi adalah jumlah bakteri yang ada di dalamnya. Resiko infeksi lebih besar terjadi jika luka mengandung jaringan mai atau nikrotik, terdapat benda asing pada atau dekat luka dan suplai darah di sekitar luka menurun.
3.      Dehisens
Dehisens adalah terpisahnya lapisan luka secara parsial atau total. Klien dengan penyembuhan luka yang buruk berisiko mengalami dehisens. Klien dengan obesitas juga berisiko tinggi mengalami dehisens karena adanya regangan yang konstan pada luka dan buruknya kualitas penyembuhan kualitas penyembuhan luka pad ajaringan lemak.
4.      Eviserasi
Terpisahnya lapisan luka secara total dapat menmbulkan eviserasi ( keluarnya organ viseral melalui luka yang terbuka). Kondisi ini merupakan darurat medis yang perlu diperbaiki melalui pembedahan. Bila terjadi eviserasi, perawat meletakkan handuk steril yang dibasahi dengan salin normal steril di atas jaringan yang keluar untuk mencegah masuknya bakteri dan kekeringan pada jaringan tersebut.
5.      Fistula
Fistula adalah saluran abnormal yang berada di antara 2 organ atau di antara organ dan bagian luar tubuh. Trauma, infeksi, terpapar radiasi serta penyakit seperti kanker akan menyebabkan lapisan jaringan tidak menutup dengan baik dan membentuk saluran fistula.
            Faktor- faktor yang mempengaruhi kecepatan penyembuhan luka adalah sebagai berikut:
1.      Nutrisi
Penyembuhan luka secara normal memerlukan nutrisi yang tepat. Proses fisiologi penyembuhan luka bergantung pada tersedianya protein, vitamin (terutama vitamin A dan C) dan mineral renik zink dan tembaga. Kolagen adalah protein yang terbentuk dari asam amino yang diperoleh fibroblas dari makanan yang mengandung protein yang dimakan. Vitamin C dibutuhkan untuk mensintesis kolagen. Vitamin A dapat mengurangi efek negatif steroid pada penyembuhan luka. Elemen zink diperlukan untuk sintesis kolagen dan pembentukan epitel.
2.      Penuaan
Penuaan dapat mengganggu semua tahap penyembuhan luka. Pembentukan antibodi dan limfosit menurun dan respon inflamasi lambat.
3.      Penyakit tertentu
Misalnya, Diabetes yang mengakibatkan gangguan sirkulasi, sehingga menghambat reaksi vaskuler.
4.      Merokok
Merokok mengurangi jumlah Hb fungsional dalam darah sehingga menurunkan oksigenasi jaringan. Merokok menggangu mekanisme sel normal yang dapat meningkatkan  pelepasan oksigen ke dalam jaringan
Perawatan luka perlu dikuasi oleh perawat. Pada keadaan darurat, perawat memberikan pertolongan pertama untuk perawatan luka. Pertolongan pertama pada luka yang diberikan kepada klien meliputi:
1.      Hemoestasis
Setelah mengkaji jenis dan luas luka, perawat harus mengontrol perdarahan akibat laserasi dengan cara menekan luka secara langsung dengan menggunakan balutan steril atau bersih. Setelah perdarahan reda, tempelkan sepotong perban perekat atau kasa di atas luka laserasi sehingga memungkinkan tepi luka menutup dan bekuan darah terbentuk. Apabila balutan penuh dengan darah, perawat perlu menambah lapisan balutan dan melanjutkan menekan luka serta meninggikan bagian tubuh yang terluka. Balut tekan yang digunakan pada 24 sampai 48 jam pertama setelah trauma dapat membantu mempertahankan hemostasis.
2.      Pembersihan luka
Proses pembersihan luka terdiri dari memilih cairan yang tepat untuk membersihkan luka dan menggunakan cara-cara mekanik yang tepat untuk memasukkan cairan tersebut tanpa menimbulkan cedera pada jaringan luka. Membersihkan luka dengan lembut tetapi mantap akan membuang kontaminan yang mungkin menjadi suber infeksi. Namun, jika dilakukan dengan menggunakan kekuatan yang berlebihan dapat menimbulkan perdarahan atau cedera yang lebih lanjut. Menurut pedoman klinis AHCPR 1994, cairan pembersih yang dianjurkan adalah cairan salin normal. Salin normal merupakan cairan fisiologis dan tidak akan membahayakan jaringan luka. Membersihkan luka secara hati-hati dengan salin normal dan memasang balutan yang dibasahi larutan salin merupakan cara yang sering digunakan untuk menyembuhakan luka dan melakukan debridemen luka. Perawat menggunakan cairan salin untuk mempertahankan permukaan luka agar tetap lembat sehingga dapat meningkatkan perkembangan dan migrasi jaringan epitel. Balutan salin yang lembab hanya digunakan untuk melakukan debridemen luka dan tidak boleh digunakan pada granulasi yang bersih.
3.      Balutan
Menggunakan balutan yang tepat perlu disertai pemahaman tentang penyembuhan luka. Apabila balutan tidak sesuai dengan karakteristik luka, maka balutan tersebiut akan menghambat penyembuhan luka. Pada luka operasi dengan penyembuhan primer, umumnya balutan dibuka segera setelah drainase berhenti. Jika perawat membalut luka terbuka dengan penyembuhan sekunder, maka balutan tersebut dapat menjadi sarana untuk memindahkan eksudat dan jaringan nekrotik sevcara mekanik.
Tujuan Pembalutan
1.      Melindungi luka dari kontaminasi
2.      Membantu hemostasis
3.      Mempercepat penyembuhan
4.      Menyangga atau mengencangkan tepi luka
5.      Melindungi klien agar tidak melihat keadaan luka
6.      Meningkatkan isolasi suhu pada permukaan luka
7.      Mempertahankan kelembaban diantara luka dengan balutan

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa, luka adalah rusaknya struktur dan fungsi anatomis normal akibat patologis yang berasal dari internal maupun eksternal yang mengenai organ tubuh tertentu. Perawatan luka sesuai dengan karakteristik atau jenis luka. Perawat berperan penting dalam perawatan luka tersebut. Tindakan yang dilakukan perawat dalam melakukan perawatan luka harus dilaksanakan dengan hati-hati agar penyembuhan luka klien dapat berjalan lancar. Perawat menggunakan beberapa pertolongan pertama pada luka yang diderita klien diantaranya adalah hemoragi, pembersihan luka dan pemberian balutan. Semua tindakan tersebut dilakukan dengan lembut tapi pasti agar tidak mengganggu penyembuhan luka.



Referensi

Potter, P. A.,dan Perry, A. G. (2009) Fundamentals of Nursing.Ed.4 Volume 2 (Terj. Dr. Adrina Ferderika).   Jakarta: Penerbit Salemba Medika.
Stevens, dkk. (1999) Ilmu Keperawatan Ed. 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
Wolff, Lu Verne, dkk (1984) Dasar- Dasar Ilmu Keperawatan. Jakarta: Gunung Agung
»»  

Selasa, 27 September 2011

IMOBILISASI



Ganguan mobilisasi atau imobilisasi mengacu pada ketidakmampuan seseorang untuk bergerak dengan bebas.
Jenis Imobilisasi adalah sebagai berikut :
1.       Imobilisasi fisik, merupakan pembatasan untuk bergerak secara fisik dengan tujuan mencegah terjadinya gangguan komplikasi pergerakan.
2.      Imobilisasi intelektual, merupakan keadaan ketika seseorang mengalami keterbatasan pikir seperti pada pasien yang mengalami kerusakan otak akibat suatu penyakit
3.      Imobilitas emosional, merupakan keadaan ketika seseorang mengalami pembatasan secara emosional karena adanya perubahan secara tiba-tiba dalam menyesuaikan diri seperti keadaan stress berat dapat disebabkan karena bedah amputasi .
4.      Imobilitas social, merupakan keadaan individu yang mengalami hambatan dalam melakukan interaksi social karena keadaan penyakitnya sehingga dapat mempengaruhi perannya dalam kehidupan social.

Banyak kondisi patologis yang mempengaruhi kesejajaran tubuh dan mobilisasi, diantaranya adalah sebagai berikut :
1.      Kelainan postur
Kelainan postur yang didapat atau kongenital mempengaruhi efisiensi sistem muskuloskeletal seperti kesejajaran tubuh, keseimbangan, dan penampilan. Kelainan postur menggangu kesejajaran dan mobilisasi.
2.      Gangguan perkembangan otot
Distrofi muskular adalah sekumpulan gangguan yang disebabkan oleh degenerasi serat otot skelet
3.      Kerusakan sistem saraf pusat
Kerusakan komponen sistem saraf pusat yang mengatur pergerakan volunter mengakibatkan gangguan kesejajaran tubuh dan mobilisasi. Gangguan morotik langsung berhubungan dengan jumlah kerusakan pada jalur motorik. Karena serat motorik volunter turun dari jalur motorik serebrum bawah medula spinalis, maka trauma pada medula spinalis juga mengganggu mobilisasi. Trauma ini diakibatkan dari kecelakaan menyelam, mobil, atau tertembak.
4.      Trauma langsung pada sistem muskuloskeletal
Trauma langsung pada sistem muskuloskeletal menyebabkan memar, kontusio, salah urat, dan fraktur.

Fraktur tulang adalah patah pada tulang. Fraktur dapat dibagi menjadi empat jenis. Keempat jenis itu adalah (1) fraktur komplert, yaitu fraktur yang mengenai tulang keseluruhan; (2) Fraktur inkomplet, yaitu fraktur yang mengenai tulang secara parsia; (3) fraktur simple (tertutup), yaitu fraktur yang tidak menyebabkan robeknya kulit; (4) Fraktur cmpound (terbuka), yaitu fraktur yang menyebabkan robeknya kulit. Fraktur terbuka dan tertutup dapat bersifat komplet atau inkomplet.
            Faktur dapat menimbulkan efek. Ketika tulang patah, sel tulang mati. Perdarahan biasanya terjadi di sekitar tempat patah dan ke dalam jaringan lunak di sekitar tulang tersebut. Jaringan lunak biasanya mengalami kerusakan akibat cedera. Reaksi inflamasi yang intens terjadi setelah patah tulang. Sel darah putih dan sel mast berakumulasi sehingga menyebabkan peningkatan aliran darah ke area tersebut. Fagositosis dan pembersihan debris sel mati dimulai. Bekuan fibrin (hematoma fraktur) terbentuk di tempat patah dan berfungsi sebagai jala untuk melekatnya sel-sel baru. Aktivitas osteoblas segera terstimulus dan terbentuk tulang baru imatur, yang disebut kalus. Bekuan fibrin segera direabsorbsi dan sel tulang baru secara perlahan mengalami remodeling untuk membentuk tulang sejati. Tulang sejati menggantikan kalus dan secara perlahan mengalami kalsifikasi. Penyembuhan memerlukan waktu beberapa minggu sampai beberapa bulan (fraktur pada anak sembuh lebih cepat). Penyembuhan dapat terganggu apabila hematoma fraktur atau kalus rusak sebelum tulang sejati terbentuk, atau apabila sel tulang baru rusak selama kalsifikasi dan pergeseran.
           

Pengaruh fisiologis terhadap sistem tubuh akibat dari imobilisasi.
1.      Perubahan Metabolik.
Sistem endokrin, merupakan produksi hormon-sekresi kelenjer, membantu mempertahankan dan mengatur fungsi vital seperti respon terhadap stres dan cedera, pertumbuhan dan perkembangan, reproduksi, homeostasis ion, dan metabolisme energi. Ketika cedera atau stres terjadi, sistem endokrin memicu serangkaian respon yang bertujuan mempertahankan tekanan darah dan memelihara hidup. Imobilisasi mengganggu metabolik normal, antara lain laju metabolik; metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein; ketidak seimbangan kalsium; dan gangguan pencernaan.
2.      Perubahan Sistem Respiratori
Klien pascaoperasi berisiko tinggi menglami komplikasi paru-paru. Komplikasi paru-paru yang paling umum adalah atelektasis dan pneumonia hipostatik. Pada atelektosis, bronkiolus menjadi tertutup oleh adanya sekresi dan kolaps alveolus distal karena udara yang diabsorsi, sehingga menghasilkan hipoventilasi. Pneumonia hipostatik adalah peradangan paru-paru akibat statisnya sekresi. Atelektasis dan pneumonia hipostatik, keduanya sama-sama menurunkan oksigenasi, memperlambat penyembuhan, dan menambah ketidaknyamanan klien (Long et al, 1993 dalam Potter&Perry, 2005)
3.      Perubahan Sistem kardiovaskuler
Sistem kardiovaskuler juga dipengaruhi oleh imobilisasi. Ada tiga perubahan utama yaitu hipotensi ortostatik, adalah penurunan tekanan darah sistolik 25 mmHg dan diastolik 10 mmHg ketika klien bangun dari posisi berbaring atau duduk ke posisi berdiri. Jika beban kerja jantung meningkat maka  kunsumsi oksigen juga meningkat. Oleh karena itu jantung bekerja lebih keras dan kurang efisien selama masa istirahat yang lama. Jika imobilisasi meningkat maka curah jantung menurun, penurunan efisiensi jantung yang lebih lanjut dan peningkatan beban kerja. Selain itu klien juga berisiko terjadinya pembentukan trombus. Trombus adalah akumulasi trombosit, fibrin, faktor-faktor pembekuan darah, dan elemen-elemen darah yang menempel pada dinding bagian anterior vena atau arteri, kadang-kadang menutup lumen pembuluh darah.
4.      Perubahan Sistem Muskuloskeletal
Pengaruh imobilisasi pada sistem pada sistem muskuloskeletal meliputi gangguan mobilisasi permanen. Keterbatasan mobilisasi mempengaruhi oto klien melalui kehilangan daya tahan, penurunana otot, atrofi dan penurunan stabilitas. Imobilisasi menyebabkan dua perubahan skelet: gangguan metabolisme kalsium dan kelainan sendi. Karena imobilisasi berakibat pada resorpsi tulang, sehingga jaringan tulang menjadi kurang padat, dan terjadi osteoporosis. Apabila osteoporosis terjadi maka klien berisiko terjadinya fraktur patologis. Imobilisasi dan aktivitas yang tidak menyangga tubuh meningkatan kecepatan resorpsi tulang.
5.      Pengaruh Sistem Integumen
Dekubitus adalah salah satu penyakit iatrogenik paling umum dalam perawatan kesehatan dimana berpengaruh terhadap populasi klien khusus-lansia dan yang imobilisasi. Dekubitus terjadi akibat iskimia dan anoksia jaringan.
6.      Perubahan Elimanasi Urine.
Eliminasi urine klien berubah oleh adanya imobilisasi. Pada posisi tegak lurus, urine mengalir keluar dari pelvis ginjal lalu masuk ke dalam ureter dan kandung kemih akibat gaya gravitasi. Jika klien dalam posisi rekumben atau datar, ginjal dan ureter membentuk garis datar sebagai pesawat. Ginjal yang membentuk urine harus masuk ke dalam kandung kemih melawan gaya gravitasi. Akibat kontraksi peristaltik ureter yang tidak cukup kuat melawan gaya gravitasi, pelvis ginjal menjadi terisi sebelum urine masuk ke dalam ureter. Kondisi ini disebut statis urine yang meninggalkan risiko infeksi saluran perkemihan dan batu ginjal.
Diagnosa keperawatan mengidentifikasi perubahan jajaran tubuh dan mobilisasi yang aktual dan potensial berdasarkan pengumpulan data yang selama pengakajian.
Contoh proses diagnosa keperawatan untuk hambatan mobilisasi fisik dan risiko cedera.
Pengkajin aktivitas
Batasan karakteristik
Diagnosa keperawatn
Ukur rentang gerak selama latihan ekstremitas





Inspeksi kulit klien dari keutuhan area eksternitas yang digips. Observasi gaya berjalan dan kemampuan bergerak secara bebas
Keterbatasan rentang gerak pada bahu kiri. Enggan mencoba menggerakan bahu kiri. Gagal mengoordinasikan ketika melakukan rentang gerak pada. Klien mengeluh nyeri tajam pada bahu bahu kiri

Abrasi kulit area perimeter yang digips
Hambatan mobilisasi fisik berhubungan dengan nyeri bahu kiri





Risiko cedera berhubungan dengan tekanan gips.


Efek setelah operasi fraktur dapat berupa cedera jika tidak dijaga dengan baik selama masa penyembuhan atau pemulihan. Yang harus dijaga selama proses penyembuhan luka adalah tidak boleh kena air atau basah, sampai benang dicabut. Jika pinnya dipasang diluar kulit (terlihat) tidak boleh kena air sampai pinnya dicabut kembali supay tidak terjadi infeksi. Kalau operasi bukan pasang pin biasanya proses pemulihan lebih cepat hanya menunggu sampai luka kering dan benang dicabut.



Daftar Pustaka
Corwin, Elizabeth (2009) Buku Saku Patofisiologi. Ed 3. ( Terj. Nike Budhi Subekti). Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran
Potter, P. A and Perry, A. G (2006). Fundamental of Nursing Consepss, Process, and Practice. Ed. 7 (Terj. Ardina ferdika). Eds Dripa Sjabana. Jakarta : Salemba Medika.
»»